Sabtu, 15 Juni 2013

Ranu Kumbolo




UDARA subuh yang menusuk tulang, Rabu (5/6/2013), tak membuat sebagian pendaki enggan menyingkap dan keluar dari tendanya yang berada di sisi barat danau. Dengan sabar dan penuh harap, mata-mata mereka yang baru terbangun melihat ke ufuk timur menanti munculnya sang surya dari balik perbukitan.

Sayang, matahari yang ditunggu agak sedikit malu. Ia bersembunyi di balik awan. Namun, pengunjung yang sebagian besar anak muda bergeming, seolah tak ingin beranjak mengerjakan aktivitas lain. Sebagian dari mereka masih setia menunggu sembari mengabadikan setiap detik naiknya mentari memakai kamera sampai suasana sekitar berubah terang.

Melihat matahari terbit hanyalah salah satu momen yang ditunggu oleh pendaki dan penggemar wisata alam yang telah semalaman menginap di pinggir danau, yang sudah tidak asing di telinga pendaki Semeru, yakni Ranu Kumbolo. Lebih dari itu, bagi pendaki, danau yang masih asri dan berada di jalur pendakian ini memiliki fungsi vital sebagai tempat transit, baik untuk naik ke Puncak Mahameru, sebutan bagi puncak Semeru, maupun turun dari puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa itu.

Di tempat inilah, mereka bisa melepas penat sembari mempersiapkan bekal dan tenaga untuk perjalanan selanjutnya. Rabu pagi itu, misalnya, jika pada Selasa petang baru ada sekitar 30 tenda yang berdiri, semakin malam jumlahnya bertambah oleh pendaki yang baru sampai. Sebagian besar dari mereka mengelompok di sisi barat dekat dengan pondok kayu yang dibangun oleh pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), beberapa di sisi utara dan dua di sisi timur.

Maklum, di danau seluas sekitar 8 hektar yang terletak pada ketinggian 2.390 meter dari permukaan laut (mdpl) itu terdapat persediaan air melimpah. Kondisi airnya bersih dari pencemaran karena pengunjung tidak diizinkan mandi. Begitu pula untuk mencuci, pengunjung tidak diperbolehkan mengalirkan air bekas cucian masuk kembali secara langsung ke danau.

”Ranu Kumbolo seolah menjadi tempat transit yang wajib bagi pencinta alam yang mendaki Semeru,” ujar Rifki Azim, seorang pendaki asal Palembang, Sumatera Selatan, yang datang ke Gunung Semeru bersama 13 temannya dari Jakarta dan Solo, Jawa Tengah.

Rifki telah merasakan bagaimana capeknya naik Mahameru yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl. Modal kekuatan saja tidak cukup untuk menaklukkan Semeru, tetapi harus diimbangi dengan semangat yang tinggi. Seusai mendaki Semeru, ia dan temannya berencana melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo dan Puncak Penanjakan yang masih satu lokasi di kompleks TNBTS.

Pendapat senada disampaikan Aris, pendaki asal Bekasi, Jawa Barat, yang datang ke Semeru bersama enam orang lain, termasuk adik dan anak lelakinya, Muhammad Fatah (5). Bagi pendaki, terasa kurang afdal jika tidak menginap di Ranu Kumbolo. ”Melepas capek paling enak, ya, di sini. Secapek apa pun, kalau sudah menginap di sini pasti hilang capeknya,” ujarnya.

Menikmati alam

Asyiknya menikmati alam Ranu Kumbolo juga dirasakan pendaki asal Kendari, Sulawesi Tenggara, Ufan. Ufan, yang datang bersebelas dengan temannya, mengatakan, keberadaan Semeru dan Ranu Kumbolo mirip dengan Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Keduanya sama-sama memiliki danau. Namun, Ufan belum bisa merasakan langsung perbedaan keduanya karena ia baru berencana mendaki Rinjani.

Lokasi Ranu Kumbolo bisa ditempuh dalam 3-5 jam berjalan kaki dari pintu masuk pendakian Gunung Semeru di Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Untuk menuju Puncak Mahameru, seorang pendaki biasa melalui beberapa segmen jalur pendakian, yakni Ranu Pani, Ranu Kumbolo, Oro-oro Ombo, Cemoro Kandang, Kalimati, dan Puncak Mahameru.

Jarak Ranu Pani-Ranu Kumbolo sekitar 10,5 kilometer. Di jalur ini kondisi medan relatif landai, tetapi sedikit naik turun. Jarak dari Ranu Kumbolo-Kalimati 7,5 kilometer, dan Kalimati-Puncak Mahameru mencapai 1 kilometer dengan kondisi medan menanjak berat.

Terlepas dari kondisi alam yang indah, Ranu Kumbolo merupakan bagian dari zona inti kawasan konservasi TNBTS. Maka, keasliannya harus dijaga agar tidak rusak. Salah satunya menerapkan aturan berupa larangan aktivitas yang berpotensi mengotori danau dan kawasan di sekitarnya. Bahkan, penebaran ikan ke danau juga dihindari guna menjaga keaslian ekosistem setempat.

Di kawasan Gunung Semeru sebenarnya terdapat beberapa danau, seperti Ranu Pani (Ranu Pane) dan Ranu Regulo yang lokasinya berdekatan. Kondisi Ranu Pani banyak mengalami sedimentasi pada bagian tepi akibat posisinya yang berdekatan dengan lahan pertanian penduduk. Ranu Regulo masih bagus.

Kepala Balai Besar TNBTS Ayu Dewi Utari mengatakan, kawasan Bromo Tengger Semeru, termasuk di dalamnya Ranu Kumbolo, memiliki kekayaan hayati yang besar, baik flora maupun fauna. Kawasan ini juga memiliki ekosistem spesifik, seperti savana, laut pasir, hingga hutan hujan tropis.

”Oleh karena itu, keberadaannya harus dijaga,” ucap Ayu yang mengakui dirinya masih menjumpai sejumlah pelanggaran yang dilakukan pengunjung, seperti mandi dan berenang di Ranu Kumbolo, membawa naik sepeda gunung, sampai mengajak anak di bawah umur untuk mendaki Semeru.

Pendaki atau siapa pun yang berkemah di sekitar Ranu Kumbolo diharuskan membawa turun kembali sampah sisa bungkus makanan yang mereka bawa. Aturan ini sebenarnya bersifat menyeluruh, termasuk di sepanjang jalur pendakian hingga Mahameru. Bahkan, ada rencana menerapkan sistem deposit bagi pengunjung. Dalam sistem ini, pengunjung diwajibkan menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan atas sampah mereka yang tidak dibawa turun.

”Kalau sampah sisa bungkus makanan dan minuman mereka dibawa turun sendiri, uang deposit itu akan dikembalikan. Upaya menjaga kelestarian alam terus dilakukan, termasuk dengan melakukan penutupan kawasan dari kegiatan pendakian,” ujar Kepala Seksi Wilayah III TNBTS Hadi Suyitno. Model deposit ini sudah diterapkan di sejumlah lokasi pendakian. (Defri Werdiono)

 
Copyright (c) 2010 SukaNgeGoBlog. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.